Pemanasan global menyebabkan bencana maha dahsyat sepertinya bukanlah menjadi sebuah isapan jempol belaka, bahkan akan mirip seperti film The Day After Tomorrow. Sebagai cerita fiksi apokaliptik yang menggambarkan seandainya zaman es kembali berjaya di bumi, The Day After Tomorrow mendulang kesuksesan besar. Yang bisa kamu dapatkan dengan halnya mengakses situs balakplay online terpercaya dimana telah menyediakan banyak permainan penghasil uang secara cepat.
Sutradara Roland Emmerich tampaknya meramu naskah film fiksi ilmiah ini dengan sangat baik dan begitu rapi menjahit setiap adegannya. Alhasil, The Day After Tomorrow berhasil keluar dari stigma film membosankan seperti anggapan banyak orang sebelum ia rilis secara resmi.
Ketika ia meluncur ke publik sekitaran tahun 2004, film box office Hollywood tersebut bersaing dengan tema lain sehingga lebih menggiurkan. Namun siapa sangka, kebangkitan science fiction yang disepelekan khalayak ramai bermula dari perolehan gemilang film bencana alam bertengger pada urutan 45.
The Day After Tomorrow menjadi role model terbaik bagi para sineas muda dan terinspirasi untuk ikut serta membuat genre bencana alam selanjutnya adalah genre casino joker123 pada website resmi http://139.99.92.188/ yang indentik dengan slot online tembak ikan. Bagaimana tidak, enam belas tahun lalu Roland Emmerich bersama para kru film bersama-sama meraih pendapatan kotor US $500 juta skala global.
Kisah bencana alam yang membawa premis seputar kehancuran dunia beserta seluruh isinya seringkali menyuguhkan kengerian tersendiri ketika selesai menontonnya. Tapi akan menjadi cheesy apabila membuatnya berlebihan, maka dari itu Rolan Emmerich terbilang sudah meracik porsi tepat dan seimbang.
Pemanasan Global Menyebabkan Bencana Tergambarkan Ke Layar Lebar
Lantas, bagaimana cara segenap team film The Day After Tomorrow mengolah pemanasan global menyebabkan bencana secara epic dan menegangkan? Pastinya setelah melewati serangkaian konsultasi terhadap sejumlah pengamat cuaca serta ahli sejarawan dan para peneliti berpengalaman sehingga skenarionya akurat. https://www.geomverity.org/
Pada suatu masa, hiduplah pria paruh baya bernama Jack Hall bekerja sebagai expertise di bidang paleoklimatologi untuk negara Amerika Serikat. Mereka mendapat tugas untuk melubangi kawasan penuh es tebal pada wilayah Larsen Ice Shelf, sekitaran Antartika untuk mengambil sampel penelitian.
Pada saat pengeboran sedang berlangsung, tiba – tiba daratan es tempat mereka berpijak mengalami situs slot gacor hari ini keretakan sehingga menyebabkannya mulai terbelah berkeping – keping. Setelah sangat syok akibat dirinya hampir menemui ajalnya, Jack pun menghidangkan jurnal penelitiannya pada sidang terbuka PBB di New Delhi.
Ilmuwan Jack Hall menyadari bahwa proses pemanasan global mulai meningkat pada level membahayakan kemaslahatan seluruh umat manusia di muka bumi. Apabila membiarkannya, ia berpotensi mengembalikan kondisi bumi kepada zaman es seperti jutaan tahun lalu yang menyebabkan dinosaurus punah seluruhnya.
Pada saat itu, di tengah para peserta seminar PBB juga hadir sosok penting yaitu Wakil Presiden Amerika Serikat, Raymond Becker. Ia memilih untuk mengambil sikap skeptis dan mengabaikan peringatan dari profesor Jack Hall, sehingga kesempatan penghuni bumi selamat baru saja terlewatkan sia-sia.
Kisah Fiksi Namun Sarat Pesan Moral Akan Pentingnya Merawat Lingkungan
Apabila ada kubu kontra dalam sebuah statement, tentu saja terdapat pula sisi pro, termasuk demikian halnya terjadi pada Jack Hall. Adalah profesor Terry Rapson, peneliti kelautan bermarkas asal Hedland Center, Skotlandia, telah bersahabat dengan Jack dan menyetujui sudut pandangnya.
Terry Rapson mendukung pernyataan Jack yang berujar bahwa bumi sedang dalam kondisi bahaya besar dan bisa musnah sewaktu – waktu. Pasalnya, ia pun menemukan fakta menyeramkan bahwasanya sebagian pelampung milik lembaga kelautan di kawasan lautan lepas mengalami penurunan suhu ekstrim.
Rapson semakin yakin bahwa teori tentang pemanasan global menyebabkan bencana semakin mendekati dunia nyata dan akan segera terjadi sebentar lagi. Benar saja, beberapa hari kemudian tiga buah badai super besar datang sekaligus pada tiga wilayah bumi berbeda yaitu Kanada, Siberia, dan Skotlandia.
Karakteristik dari badai raksasa tersebut sungguh mengejutkan, sebab ia menyedot hawa dingin dari langit tingkat troposfer menuju permukaan bumi. Bukan hanya bersifat destruktif, badai tersebut juga mengubah suhu keadaan sekitarnya ke titik minus di bawah 100 derajat celcius.
Meskipun terlihat seperti sebuah fantasi liar belaka, namun ketahuilah bahwa film ini mengingatkan kita akan kerakusan sifat manusia membawa petaka. Apabila kita menjahati bumi dan mengeksploitasina, bukan tidak mungkin bahwa suatu saat nanti agen film The Day After Tomorrow menjadi kenyataan.