Siklon tropis dikenal sebagai keliru satu sumber utama sedimentasi pesisir serta bahari dangkal, yg membuat endapan badai.
Endapan badai menunjukkan bentuk yang tidak selaras di antara pengaturan lingkungan pesisir yg unik seperti flat pasang surut, backshore, inner shelf, dll.,
Dihasilkan sang proses sedimen dan hidrodinamik yang tidak sinkron, yg terkait menggunakan faktor geologi serta ekologi wilayah tersebut.
Gelombang badai yang dibuat sang siklon, pengerjaan ulang dan terkikis pada dekat pantai serta sedimen muka pantai.
Lalu sedimen diangkut dan diendapkan pada pengaturan pantai energi rendah termasuk rawa pasang surut pantai, rawa, danau dan di atas batas pasang surut mata air pada sepanjang pantai.
Badai terbentuk di bagian tengah Teluk Benggala, serta dengan cepat menguat hingga mencapai kecepatan angin berkelanjutan puncak 215km/jam, yg menjadikannya topan tropis setara Kategori-4 di Skala Saffir-Simpson.
Badai itu mendarat di dekat Bangladesh di 15 November lebih kurang pukul 17:00 UTC yg mengakibatkan pengungsian besar -besaran dan ribuan korban jiwa.
Gambar AVHRR pada bawah ini menunjukkan Sidr beberapa jam sebelum pendaratan, sebagai sistemĀ sbobet yg dikembangkan dengan baik menggunakan mata yg berbeda.
Area Central Dense Overcast (CDO) yang besar serta peredaran keluar taraf atas yang jelas ditunjukkan oleh awan cirrus.
Samudra Hindia Utara ialah cekungan yang paling tak aktif, hanya menyumbang tujuh persen dari siklon tropis global.
Tetapi cekungan tersebut telah menghasilkan beberapa siklon paling mematikan di dunia, karena mereka menyerang daerah yg sangat padat penduduknya.
Sentra Meteorologi khusus Regional (RSMC) adalah Departemen Meteorologi India (IMD) serta bertanggung jawab buat memantau cekungan, mengeluarkan peringatan serta memberi nama badai.
Studi ilmiah sistematis tentang sistem tropis di Teluk Benggala dan laut Arab dimulai pada abad ke-19 oleh Henry Piddington.
Piddington memakai catatan meteorologi kapal yang mengarungi samudera dan menerbitkan serangkaian memoar, dalam Journal of the Asiatic Society of Benggala antara tahun 1839 serta 1858.
Memoar ini memberikan catatan dan jejak badai individu di Teluk Benggala dan bahari Arab.
Selama isu terkini pasca monsun 2004, IMD mulai memberi nama siklon tropis di dalam cekungan, menggunakan yg pertama bernama Cyclone Onil selama September 2004.
Selama 2015 terjadi modifikasi skala intensitas, menggunakan IMD dan WMO memanggil sistem dengan 3- kecepatan angin berkelanjutan maksimum menit antara 90 knot (165 km/jam; 105 mph) dan 120 knot (220 km/jam; 140 mph) badai siklon yang sangat parah.
Sebuah studi yang menganalisis demam isu semi siklon tropis pada Teluk Benggala menemukan peningkatan curah hujan pra-monsoon serta intensitas siklon tropis menjadi akibat berasal peningkatan sirkulasi monsun skala akbar sesudah 1979.
Palung monsun yang lebih pada pada Teluk Benggala tidak hanya menghipnotis frekuensi serta saat topan, namun pula bertindak buat mengarahkan lebih banyak topan ke Myanmar.
Peningkatan aerosol antropogenik kemungkinan berkontribusi pada perubahan iklim regional mirip itu.